Filosofi Belajar Mengajar Bersama Arie Wibowo Irawan, SP MM
- Admin
- Berita
a
FEB, UNPAK — Kegiatan belajar–mengajar bagi seorang pengajar merupakan sebuah proses berkelanjutan untuk selalu belajar (learn) guna menyerap pengetahuan baru dan juga proses mengajar (teach).
Dengan kata lain, learn – teach adalah satu paket dan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Learn adalah bahan bakar untuk teach. Melalui proses teach, seorang pengajar juga sejatinya sedang kembali belajar.
Ada dua sifat dari ilmu pengetahuan, pertama, semakin sering disampaikan (sharing) maka akan menjadikan semakin yakin dan paham akan pengetahuan tersebut.
Kedua, ilmu yang kita ajarkan dalam perjalanannya akan memunculkan banyak pertanyaan baru dari dari perspektif audience yang mungkin berbeda. Tanpa disadari, proses teach ini membawa kita kembali ke titik awal (learn). Seorang pengajar biasanya banyak berbicara, maka wajib hukumnya untuk ‘mengisi kepala’ dengan sesuatu yang baru.
Terlebih saat menghadapi audience dengan usia millennials yang selalu berharap mendapatkan sesuatu yang up to date dan mengasyikan. Setiap tahunnya, usia seorang pengajar bertambah tua, namun usia siswa / murid yang dihadapi relatif tetap atau sama.
Maka tantangan terbesar terhadap perbedaan usia dan zaman adalah bagaimana menemukan sudut pandang yang tepat sehingga mereka tertarik dengan apa yang kita ajarkan. Ketertarikan dan rasa ingin tahu adalah awal dari segalanya, karena ini adalah bagian dari membangun kesadaran (awareness). Apabila ini sudah ada, maka kita sudah mencapai setengah keberhasilan.
Kesadaran penuh dan rasa ingin tahu akan membawa mereka mencari sendiri informasi dan pengetahuan baru terkait mata kuliah yang kita ajarkan, baik melalui buku, google, media sosial maupun media pesan. Tahapan dalam pendidikan adalah Tahu – Bisa – Terampil – Ahli. Pada tahap awal, target seorang pengajar adalah bagaimana memberikan ilmu pengetahuan yang baru dan bermanfaat untuk mahasiswa (tahapan tahu).
Selanjutnya melalui penugasan-penugasan, mereka diberikan kesempatan untuk mereka mempraktekkan di kehidupan nyata (tahapan bisa). Mungkin apa yang mereka lakukan belum tentu sempurna, namun paling tidak mereka telah mencoba (trial and error). Melalui proses berulang-ulang seperti ini, mereka akan memperoleh kepercayaan diri. Dengan sendirinya akumulasi pembelajaran dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan akan membawa pada tahap terampil.
Lalu bagaimana dengan tahapan ahli? Malcolm Gladwell menuntun kita dengan prinsip 10.000 jam untuk menjadikan seseorang dapat dikatakan ahli pada bidangnya. Mari kita sama-sama kalkulasikan, seandainya seseorang mengerjakan sesuatu 8 jam dalam sehari, maka untuk mencapai 10.000 jam dibutuhkan 1.250 Hari (10.000 jam / 8 jam per harinya).
Angka ini selanjutnya kita konversi menjadi minggu dengan asumsi 5 hari kerja dalam seminggu, maka diperoleh Hasil 250 Minggu (1.250 hari / 5 hari per minggunya). Dan terakhir, kita konversi jumlah minggu ke tahun, maka akan diperoleh waktu kurang lebih 5 tahun (250 minggu / 50 minggu per tahunnya).
Selamat Mencoba!